Breaking News

Antara Janji dan Hukum: Refleksi Kritis atas Praktik Perikatan di Indonesia

Oleh : Deri Irfan
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum 
Unpam Serang 
Dosen Pengampu: Risky Amelia,S.H,M.H


SERANG - Hukum perikatan adalah salah satu pilar utama dalam sistem hukum perdata Indonesia, Ia mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang saling berjanji dan mengikatkan diri untuk memenuhi suatu prestasi. Dalam konteks sosial dan ekonomi, perikatan menjadi fondasi lahirnya kontrak-kontrak yang menjamin keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam, bahkan kerja sama bisnis berskala besar.

Namun, di balik teori yang tampak ideal, praktik hukum perikatan di Indonesia menyimpan berbagai persoalan yang layak dikritisi. Dalam berbagai kasus, asas-asas dasar seperti kebebasan berkontrak dan keseimbangan dalam perikatan seringkali hanya menjadi slogan belaka. Dalam kenyataannya, pihak yang memiliki kedudukan sosial atau ekonomi lebih kuat kerap mendikte isi kontrak secara sepihak. Inilah yang kemudian memunculkan pertanyaan mendasar: sejauh mana hukum perikatan benar benar melindungi keadilan? 


Ketimpangan dalam Praktik

Contoh nyata dari ketimpangan ini bisa kita lihat dalam kontrak-kontrak standar yang ditawarkan oleh perusahaan besar kepada konsumen. Banyak dari kontrak tersebut tidak memberi ruang tawar bagi konsumen, bahkan menyembunyikan klausul-klausul merugikan dalam teks yang rumit dan panjang. Konsumen yang awam hukum, pada akhirnya, hanya menjadi pihak penerima pasif yang terjebak dalam “kontrak sepihak” yang legal secara formal, tapi tidak adil secara substansi.

Dalam konteks ini, asas keseimbangan dalam hukum perikatan seolah tidak berjalan. Padahal, asas tersebut seharusnya menjadi prinsip dasar dalam setiap hubungan kontraktual, di mana setiap pihak mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional. Hukum harus hadir untuk menyeimbangkan kekuatan, bukan sekadar membenarkan bentuk formil sebuah perjanjian.


Refleksi sebagai Mahasiswa Hukum

Sebagai mahasiswa hukum, saya melihat bahwa sistem hukum perikatan di Indonesia perlu terus dikembangkan agar tidak semata-mata berpihak pada bentuk formalitas, tetapi juga memperhatikan keadilan substantif. Perlindungan terhadap pihak yang lemah harus menjadi perhatian utama. Dalam hal ini, peran hakim, pembentuk undang - undang, dan praktisi hukum sangat penting untuk menafsirkan serta menegakkan hukum secara progresif dan berpihak pada keadilan sosial.

Selain itu, pendidikan hukum di tingkat universitas juga harus mengembangkan sensitivitas terhadap praktik ketidakadilan dalam kontrak. Mahasiswa hukum tidak cukup hanya memahami isi Pasal 1313 KUHPerdata dan teori klasik perikatan. Mereka harus dilatih untuk berpikir kritis dan memahami realitas sosial di balik teks hukum.

© Copyright 2022 - ABAH SULTAN