![]() |
Oleh : Hendric Setiawan Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Unpam Serang Dosen Pengampu: Risky Amelia,S.H,M.H |
SERANG- Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak semua hubungan hukum lahir dari perjanjian tertulis. Ada bentuk perikatan yang tidak selalu diikat secara eksplisit dalam kontrak atau akta, tetapi justru tumbuh dari nilai-nilai moral, rasa tanggung jawab, dan kebiasaan sosial. Inilah yang disebut dengan perikatan sosial, sebuah bentuk kewajiban yang muncul dari norma dan moral, bukan dari tangan hukum yang tertulis.
Sebagai mahasiswa hukum, saya memandang bahwa hukum tidak boleh dipisahkan dari konteks sosial tempat ia berlaku. Dalam pandangan klasik, perikatan dalam hukum perdata umumnya timbul dari kontrak atau undang-undang. Namun, dalam praktiknya, kita sering menemukan perikatan yang bersumber dari hubungan kekeluargaan, kepercayaan, hingga rasa kemanusiaan. Misalnya, seorang tetangga yang rutin membantu merawat anak tetangganya yang sibuk bekerja, meski tanpa perjanjian, tetap menciptakan hubungan timbal balik yang bermakna dan berdampak hukum secara sosial.
Perikatan sosial juga memperlihatkan bahwa hukum tidak semata-mata soal legalitas, tetapi juga tentang legitimasi moral dan sosial. Ketika seseorang mengingkari janji yang telah diberikan dalam konteks sosial, meskipun tidak ada kontrak tertulis, masyarakat tetap memberikan sanksi berupa teguran, pengucilan, atau hilangnya kepercayaan. Ini menunjukkan bahwa norma sosial mampu “mengikat” bahkan tanpa melibatkan aparat penegak hukum.
Namun, persoalannya menjadi kompleks ketika terjadi konflik. Apakah pengingkaran terhadap perikatan sosial bisa diselesaikan melalui jalur hukum? Di sinilah hukum tertulis sering menemui batasnya. Karena tidak ada bukti kontrak, proses pembuktian di pengadilan pun sulit. Maka, keberadaan hukum perlu didukung oleh pemahaman sosiologis, yaitu bagaimana masyarakat memaknai perikatan itu sendiri.
Sebagai calon praktisi hukum, saya percaya bahwa fungsi hukum bukan hanya menjaga kepastian, tapi juga menciptakan keadilan. Keadilan tidak selalu identik dengan kontrak, tetapi bisa muncul dari nilai-nilai sosial yang hidup. Maka, penting bagi hukum perikatan di Indonesia untuk mulai memperhatikan bentuk-bentuk perikatan non-kontraktual yang berakar dari nilai moral dan norma sosial.
Perikatan sosial mengajarkan kita bahwa kepercayaan dan rasa tanggung jawab adalah landasan utama dalam menjalin hubungan antarindividu. Hukum tidak boleh menutup mata terhadap realitas ini. Justru, di era masyarakat yang semakin kompleks, hukum perlu membuka ruang agar keadilan bisa dirasakan oleh semua, bahkan dalam perikatan yang tak tersurat.
Social Header