Breaking News

Koruptor Divonis 50 Tahun Penjara : Bisa Diterima Atau Tidak ?

Oleh : Tituk Yuana Widiyati, A.Md.R.O 
Mahasiswi Prodi Ilmu Hukum 
Unpam Serang
Dosen Pengampu : Risky Amelia,S.H,M.H


SERANG- Menyusul vonis yang diberikan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (23/12/2024) kepada Harvey Moeis dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), mengundang reaksi Presiden RI. Presiden Prabowo Subianto menilai bahwa vonis tersebut tidak sesuai dengan korupsi yang dilakukan, beliau meminta agar koruptor divonis 50 tahun penjara. Permintaan tersebut disampaikan di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat. 

Terhadap pernyataan Presiden tersebut, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya ketentuan hukum di Indonesia tentang penjatuhan pidana penjara kepada seorang Terdakwa? Apakah dimungkinkan penjatuhan pidana penjara selama 50 tahun dalam sistem hukum pemidanaan di Indonesia?

Menurut hukum positif di Indonesia, hukum pidana di Indonesia saat ini jenis hukuman yang dapat dijatuhkan kepada seorang Terdakwa diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal tersebut berisi tentang jenis hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Terdakwa, antara lain seperti pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan sebagainya, termasuk beberapa jenis pidana tambahan.

Sedangkan hukuman yang paling sering di jatukan oleh hakim adalah hukuman kurungan dan hukuman penjara. Menurut pasal 12 KUHP mengatur secara khusus tentang ketentuan penjatuhan pidana penjara kepada seorang Terdakwa. 


Terdapat 4 hal penting tentang pidana penjara:

Pertama, yang dimaksud dengan pidana penjara adalah pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu. 

Kedua, pidana penjara dengan ketentuan waktu tertentu yaitu pidana paling singkat 1 hari dan paling lama 15 tahun (Pasal 97 KUHP). 

Ketiga, pidana penjara 15 tahun tersebut dapat dilampaui apabila terdapat pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana waktu tertentu atau pidana pemberat yang lain. 

Keempat, seperti yang diuraikan dalam poin ketiga maka seorang terdakwa hanya bisa dipenjara paling lama 20 tahun dan UU melarang hukuman penjara lebih dari itu.

Dari uraian di atas menurut saya sudah dapat dipastikan bahwa permintaan Presiden Prabowo Subianto atas pidana penjara 50 tahun kepada koruptor tidak akan diterima oleh UU positif di Indonesia dan tidak akan pernah terjadi, Meskipun permintaan Presiden dinilai tidak masuk akal tetapi menurut saya koruptor memang seharusnya dihukum seberat-beratnya dikarenakan telah sangat merugikan Negara. Dari kasus korupsi timah tersebut, vonis yang diterima para koruptor menurut saya 

sangatlah ringan dan tidak masuk akal mengingat uang yang dikorupsi hampir mencapai 300 T. Vonis penjara yang diterima dan denda yang harus dibayarkan juga terhitung sangat kecil dibanding nilai yang dikorupsi. Beda cerita apabila vonis 6,5 tahun penjara tersebut dibarengi dengan perampasan aset hasil korupsi. Mungkin masyarakat akan tersenyum puas apabila RUU perampasan aset segera di sahkan.

 Entah apa yang menyebabkan RUU Perampasan Aset yang dirancang sejak 2008 tersebut tidak segera di sahkan dan malah tidak masuk dalam Prolegnas prioritas 2025. 

Karena pidana penjara 50 tahun tidak dapat diterima oleh UU di Indonesia, Maka setidaknya hakim menjatuhkan hukuman yang berat untuk para koruptor, Kasus korupsi timah 300 T hanya salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia. 

Harapan saya dan mungkin sebagian besar masyarakat adalah adanya pidana yang adil bagi koruptor, hukuman yang diterima sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, janganlah hukuman tersebut tidak membuat efek jera dan malah membuat munculnya calon koruptor-koruptor baru. Semoga di Era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sekarang, para koruptor banyak yang segera tertangkap dan Negara Indonesia sedikit terbebas dari korupsi. Salam Keadilan

© Copyright 2022 - ABAH SULTAN