Breaking News

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Kasus Wanprestasi Kontrak Kontraktor Bangunan: Tinjauan dalam Perspektif Hukum Acara Perdata

Oleh: Winda Aryati
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum 
Unpam Serang 
Dosen Pengampu: Ahmadi,S.T,.S.H,.M.H


SERANG- Dalam kehidupan bermasyarakat yang semakin kompleks, aktivitas pembangunan gedung dan rumah tinggal menjadi kebutuhan pokok yang melibatkan kerja sama antara pemilik proyek (pemilik bangunan) dan pelaksana proyek (kontraktor). Hubungan hukum ini umumnya dituangkan dalam perjanjian tertulis atau kontrak kerja konstruksi, yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak, termasuk jangka waktu pengerjaan, spesifikasi teknis, serta ketentuan pembayaran. 

Namun dalam praktiknya, tidak semua kontrak berjalan sesuai dengan yang disepakati. Terdapat banyak kasus di mana kontraktor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya, seperti keterlambatan pengerjaan, hasil bangunan tidak sesuai spesifikasi, atau bahkan mangkir tanpa alasan yang sah. Keadaan ini disebut sebagai wanprestasi, yakni suatu keadaan di mana salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan prestasi sesuai isi perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 dan Pasal 1243 KUHPerdata. 

Dalam konteks ini, hukum acara perdata memainkan peran sentral dalam menyelesaikan sengketa antara pemilik dan kontraktor secara tertib hukum dan berkeadilan. Artikel ini akan membahas bagaimana proses hukum acara perdata berjalan dalam kasus wanprestasi kontraktor, serta analisis terhadap pertimbangan hukum dalam putusan hakim. 

Kasus dan Permasalahannya 

Sebagai ilustrasi, sebuah kasus terjadi ketika seorang pemilik rumah menggugat kontraktor karena proyek renovasi rumah senilai Rp500 juta tidak diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan dalam kontrak, yakni selama 4 bulan. Selain itu, hasil pekerjaan yang telah dikerjakan ternyata tidak memenuhi standar teknis, seperti keretakan dinding, ketidaksesuaian desain, dan penggunaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. 

Pemilik rumah kemudian mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri dengan dasar wanprestasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa ganti rugi dapat dituntut apabila debitur telah dinyatakan lalai dan tetap tidak melaksanakan kewajibannya. 

Dalam proses persidangan, pihak penggugat mengajukan berbagai alat bukti, seperti: 

Salinan kontrak perjanjian kerja. 

Bukti transfer pembayaran. 

Foto dan video kondisi bangunan. 

Keterangan dari saksi ahli teknik sipil. 

Sementara itu, tergugat berdalih bahwa keterlambatan terjadi akibat force majeure, yaitu keterlambatan pengiriman material, kondisi cuaca, serta adanya kekurangan dana dari pihak pemilik yang menyebabkan proses pembangunan terganggu. 

Kaitannya dengan Hukum Acara Perdata 

Kasus ini menggambarkan secara nyata tahapan-tahapan penting dalam hukum acara perdata, yang menjadi prosedur formal penyelesaian sengketa di pengadilan. Adapun tahapan-tahapan tersebut meliputi: 

Pendaftaran Gugatan 

 Penggugat mendaftarkan gugatan ke pengadilan negeri sesuai domisili tergugat, dengan melampirkan surat gugatan yang berisi identitas para pihak, uraian fakta, dasar hukum, dan tuntutan (petitum). 

Pemeriksaan Awal (Dismissal Process) 

 Hakim memeriksa kelengkapan gugatan, keabsahan para pihak, dan kompetensi absolut serta relatif pengadilan. 

Tahap Mediasi 

 Sebelum masuk pemeriksaan pokok perkara, para pihak diwajibkan mengikuti proses mediasi sesuai Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Jika mediasi gagal, maka perkara dilanjutkan ke tahap pembuktian. 

Pemeriksaan Pokok Perkara 

 Tahapan ini meliputi pembacaan gugatan, jawaban tergugat, replik, duplik, hingga pemeriksaan alat bukti tertulis, saksi, ahli, dan hasil pemeriksaan setempat (jika diperlukan). 

Pembuktian 

 Sesuai Pasal 1865 KUHPerdata dan HIR/RBg, pembuktian menjadi unsur penting dalam menentukan kebenaran dalil para pihak. Hakim menilai kekuatan alat bukti baik secara formil maupun materiil. 

Putusan Hakim 

 Hakim memutus berdasarkan fakta yang terbukti di persidangan. Jika wanprestasi terbukti, hakim dapat menjatuhkan hukuman ganti rugi, pembatalan kontrak, atau perintah pelaksanaan sesuai prestasi. 

Analisis Yuridis Putusan Hakim 

Dalam salah satu contoh putusan (misalnya Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 123/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Sel), hakim menyatakan bahwa kontraktor telah melakukan wanprestasi, dengan pertimbangan sebagai berikut: 

Adanya bukti kontrak tertulis yang memuat secara rinci jangka waktu pelaksanaan dan jenis pekerjaan yang harus diselesaikan. 

Keterangan saksi ahli dan bukti foto/video menunjukkan bahwa pekerjaan tidak selesai tepat waktu dan kualitas pekerjaan tidak memenuhi spesifikasi kontrak. 

Dalih force majeure ditolak hakim karena tergugat tidak dapat membuktikan adanya bencana, kebijakan pemerintah, atau keadaan luar biasa yang sah secara hukum sebagai alasan pembenar. 

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan: 

“Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan tergugat telah melakukan wanprestasi, dan menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp250 juta kepada penggugat.” 

Putusan ini menunjukkan bahwa hakim sangat menekankan asas kepastian hukum dan prinsip keadilan kontraktual, di mana kontrak sebagai “undang-undang bagi para pihak” (Pasal 1338 KUHPerdata) harus dihormati. 

Pandangan Mahasiswa Hukum 

Sebagai mahasiswa hukum, saya menilai bahwa putusan hakim dalam kasus ini mencerminkan fungsi hukum acara perdata sebagai penjaga kepastian hukum dan pelindung hak-hak keperdataan masyarakat. Kontrak bukan sekadar formalitas, melainkan representasi dari itikad baik dan kesepakatan yang sah secara hukum. 

Melalui proses yang sistematis, hukum acara perdata membuktikan bahwa setiap warga negara dapat memperoleh keadilan secara sah, transparan, dan beradab. Dalam hal ini, peran alat bukti, perumusan gugatan yang tepat, dan argumentasi hukum sangat menentukan arah putusan hakim. 

Saya juga memandang bahwa mahasiswa hukum harus mampu melihat perkara seperti ini tidak hanya sebagai perdebatan akademis, tetapi sebagai cerminan nyata dari dinamika masyarakat yang membutuhkan penegakan hukum yang responsif, adil, dan berpihak pada kebenaran. 

Penutup 

Kasus wanprestasi kontraktor bangunan bukan hanya soal kegagalan memenuhi kontrak, tetapi juga soal bagaimana sistem hukum bekerja untuk menyelesaikan konflik dengan menjunjung asas legalitas dan keadilan. Melalui analisis yuridis terhadap putusan hakim dan penerapan prosedur hukum acara perdata, kita dapat melihat bahwa hukum bukanlah teori semata, melainkan alat nyata untuk mewujudkan kepastian dan keadilan sosial. 

Sebagai mahasiswa hukum, penting bagi kita untuk terus mengasah kepekaan terhadap praktik hukum di masyarakat, agar mampu menjembatani antara norma hukum dan realitas sosial dengan pikiran kritis, sikap objektif, dan komitmen pada keadilan.

© Copyright 2022 - ABAH SULTAN