Breaking News

Perikatan dalam Era Influencer: Apakah Endorsement Termasuk Kontrak?

Oleh : Ananda Nicola Pratama
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum
Unpam Serang
Dosen Pengampu: Risky Amelia,S.H,.M.H


SERANG- Perkembangan teknologi digital telah membawa transformasi besar dalam cara manusia berinteraksi, bekerja, dan bahkan membuat perjanjian. Salah satu fenomena menarik yang muncul adalah peran influencer di media sosial. Di tengah maraknya endorsement yang dilakukan oleh para influencer, timbul satu pertanyaan hukum yang cukup fundamental: apakah endorsement itu termasuk kontrak atau perikatan yang sah menurut hukum perdata? 

Sebagai mahasiswa hukum, saya memandang bahwa praktik endorsement memiliki unsur-unsur hukum perikatan yang patut dikaji secara serius. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika kita telaah, kerja sama antara influencer dan pihak brand memenuhi unsur ini: adanya kesepakatan, pihak-pihak yang cakap hukum, objek yang jelas (promosi produk/jasa), dan sebab yang halal. 

Namun, dalam praktiknya, banyak kerjasama endorsement dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan informal seperti pesan singkat (chat) atau email, tanpa kontrak tertulis yang jelas. Ini menimbulkan celah hukum, terutama jika terjadi wanprestasi, seperti influencer tidak memposting sesuai waktu yang dijanjikan, atau brand tidak membayar sesuai kesepakatan. 

Sebagian kalangan mungkin berpendapat bahwa tanpa dokumen tertulis, perikatan ini tidak kuat secara hukum. Namun saya berpandangan bahwa dalam era digital, bentuk komunikasi melalui chat, email, atau bahkan rekaman video bisa dijadikan bukti adanya perikatan, selama dapat membuktikan unsur kesepakatan dan itikad baik. 

Hal lain yang menjadi kontroversi adalah tanggung jawab influencer ketika produk yang mereka promosikan menimbulkan kerugian pada konsumen. Apakah mereka hanya sebagai pihak promosi, atau juga turut bertanggung jawab secara hukum? Dalam hal ini, perlu ada pembatasan yang jelas dalam perjanjian endorsement, termasuk klausul tanggung jawab dan etika promosi. 

Menurut saya, sudah saatnya hukum perdata di Indonesia mulai beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dibutuhkan payung hukum yang lebih eksplisit mengenai perikatan di dunia digital, termasuk pengakuan atas kontrak elektronik dan perlindungan kedua belah pihak dalam hubungan endorsement. 

Sebagai penutup, saya berpendapat bahwa endorsement oleh influencer pada dasarnya merupakan suatu bentuk perikatan, yang meskipun tidak selalu tertulis secara formal, tetap memiliki konsekuensi hukum. Oleh karena itu, baik pihak brand maupun influencer harus mulai membiasakan diri membuat kontrak tertulis yang mengikat dan jelas, demi keadilan, kepastian, dan perlindungan hukum di era digital ini.

© Copyright 2022 - ABAH SULTAN