Breaking News

Ketika Pendidikan Kewarganegaraan Menjadi Sekadar Formalitas

Oleh : Chilfa Nadya
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum
Unpam Serang 
Dosen Pengampu : Dede Ika Murofikoh, S.H., M. H.


Oleh : Chilfa Nadya
Mahasiswa Ilmu Hukum Unpam Serang 
Mk : Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu : Dede Ika Murofikoh, S.H., M. H.


OPINI - Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sejatinya dirancang untuk membentuk karakter, moral, dan kesadaran berbangsa yang kuat pada generasi muda. Namun, dalam praktiknya di banyak sekolah, PKn sering kali terperangkap dalam rutinitas yang kering dan jauh dari esensi. Para siswa diajarkan teori Pancasila, UUD 1945, dan hak-hak warga negara, tetapi materi tersebut tidak pernah benar-benar hidup dalam praktik sehari-hari. 

Pelajaran PKn sering disajikan sebagai hafalan yang membosankan dan diakhiri dengan ujian formal, tanpa adanya upaya nyata untuk menghubungkan nilai-nilai luhur tersebut dengan realitas sosial, politik, dan budaya di sekitar mereka. Kesenjangan ini menciptakan jurang pemahaman yang dalam antara apa yang seharusnya diketahui oleh seorang warga negara yang baik dan bagaimana seharusnya mereka bertindak dalam masyarakat.


Dampak pada Partisipasi Politik dan Sosial

Akibat dari formalitas ini, muncul apatisme yang meluas di kalangan generasi muda terhadap isu-isu sosial dan politik. Mereka mungkin hafal sila-sila Pancasila atau pasal-pasal dalam konstitusi, tetapi tidak merasa tergerak untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi, seperti pemilihan umum atau musyawarah di lingkungan. 

Rasa kepedulian terhadap masalah bangsa, seperti korupsi, ketidakadilan, atau kesenjangan sosial, menjadi tumpul karena PKn gagal menanamkan kesadaran kritis. Ketika pendidikan hanya menekankan kepatuhan buta daripada partisipasi aktif dan kritis, maka demokrasi akan kehilangan pilar utamanya—yaitu warga negara yang sadar, peduli, dan bertanggung jawab.


Hilangnya Kedalaman Karakter dan Moral

Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menjadi wadah untuk menanamkan karakter dan budi pekerti luhur. Namun, ketika PKn menjadi sekadar mata pelajaran formalitas, aspek pembentukan karakter ini menjadi terabaikan. Nilai-nilai seperti toleransi, gotong royong, dan penghargaan terhadap perbedaan hanya menjadi slogan di dalam buku teks, bukan praktik hidup yang dijalankan. 

Tanpa praktik nyata, nilai-nilai tersebut sulit untuk terinternalisasi dalam diri siswa, sehingga mereka rentan terpengaruh oleh paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan persatuan bangsa. Sebagai hasilnya, kita bisa melihat maraknya intoleransi, perpecahan, dan kurangnya empati di tengah masyarakat, yang ironisnya terjadi pada generasi yang seharusnya sudah mendapatkan pendidikan kewarganegaraan sejak dini.


Kurikulum yang Terlalu Teoretis dan Minim Praktik

Salah satu penyebab utama formalitas ini adalah kurikulum yang cenderung terlalu teoretis. Pendekatan pembelajaran yang didominasi oleh ceramah, catatan, dan hafalan membuat siswa tidak merasa relevan dengan materi yang disampaikan. PKn seharusnya dihidupkan melalui metode pembelajaran yang interaktif dan kontekstual. 

Kegiatan seperti simulasi musyawarah, proyek sosial di lingkungan sekitar, atau diskusi kritis tentang isu-isu aktual dapat membuat nilai-nilai kewarganegaraan lebih mudah dipahami dan diterapkan. Ketika siswa merasakan langsung bagaimana nilai-nilai itu bekerja dalam kehidupan nyata, mereka akan lebih termotivasi untuk menjadi warga negara yang aktif dan bermanfaat.


Peran Guru dan Sinergi Lingkungan

Formalitas PKn juga tidak lepas dari peran guru yang sering kali terbatas oleh sistem dan beban kerja. Banyak guru PKn yang masih menggunakan metode lama dan kurang mendapat pelatihan untuk menerapkan pendekatan yang lebih partisipatif. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, melainkan juga harus disinergikan dengan lingkungan keluarga dan masyarakat. 

Apabila nilai-nilai yang diajarkan di sekolah tidak didukung oleh teladan dan praktik di rumah dan masyarakat, maka pelajaran PKn akan selamanya menjadi sekadar formalitas tanpa makna. Menghidupkan kembali esensi PKn membutuhkan komitmen bersama untuk menjadikan pelajaran ini sebagai fondasi nyata dalam membangun karakter bangsa.

© Copyright 2022 - ABAH SULTAN